Saturday, February 28, 2009

Bani Israel (oleh Nana Sutrisna )

Blog EntryMereka Yang BerdiasporaAug 6, '08 11:27 PM
for everyone

Mereka Yang Berdiaspora[1]

Riwayat Bani Israil
Bani Isra’il merupakan salah satu umat yang sering disebutkan di dalam Al-Quran. Mereka pernah menjadi bangsa terbaik di muka bumi ketika mereka beriman kepada Allah SWT melalui perantara nabi-nabi dari kalangan mereka sendiri. Namun dari zaman dahulu hingga zaman sekarang, sebagian dari mereka yang tidak beriman telah menjadi suatu kaum yang arogan dan sering berbuat kerusakan di muka bumi, di antaranya membunuh nabi-nabi mereka sendiri. Bahkan, saudara-saudara kita di Palestina menjadi korban tingkah laku mereka sehingga jelaslah posisi mereka di zaman sekarang ini sebagai musuh kita, umat Islam atau bahkan umat Kristen sekalipun karena jelas juga permusuhan mereka dengan Nabi Isa as (‘alaihissalam) sehingga hampir saja mereka (Bani Isra’il) berhasil membunuh beliau as. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk menyampaikan kepada Saudara-saudara pembaca, baik dari kalangan Islam maupun Kristen, mengenai profil musuh kita bersama, yaitu sebagian besar dari Bani Isra’il yang terlaknat.

Isra’il- (Ibrani: -Yisra’el)

Isra’il adalah sebutan bagi Nabi Ya’qub (?????) as (Ibrani: ??? -Ya’akov). Beliau as adalah putra dari Nabi Ishaq as dan cucu dari Nabi Ibrahim as kekasih Allah. “Isra’il” bermakna “orang yang diperjalankan Tuhan (‘Il’ atau ‘Ilah’) di malam hari”. Sebagian ulama mengartikan “Isra’il” sebagai “tentara Tuhan”. Sedangkan umat Kristen dan Yahudi menyebut Nabi Ya’qub as sebagai “Israel” karena ia pernah bergulat dengan Tuhan (“El”, padanan kata “Ilah” dalam bahasa Ibrani) dan menang. Makna yang terakhir ini tidak boleh umat Islam yakini karena ini merupakan bentuk penistaan pada kekuatan Tuhan meskipun pada rincian ayat 24-32 pasal 32 Kitab Kejadian, Perjanjian Lama, orang yang bergulat dengan Nabi Ya’qub itu tidak memberitahukan namanya. Sedangkan sebagian umat Yahudi dan Kristen mengatakan bahwa yang bergulat dengan Nabi Ya’qub as adalah seorang malaikat Tuhan.

Isra’il memiliki saudara kembar bernama Iso atau Esau. Dalam bahasan ke depan, penulis akan memanggil Nabi Ya’qub as sebagai Isra’il.

Isra’il termasuk salah seorang nabi yang terpilih dan tergolong orang yang saleh.

..dan Kami masukkan dia ke dalam rahmat Kami; sesungguhnya dia termasuk golongan orang yang saleh. (QS. Al-Anbiya’ (21): 75)

Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (QS. Sad (38): 47)

Allah telah menyempurnakan nikmatnya kepada Isra’il serta keturunannya sebagaimana difirmankan Allah kepada Nabi Yusuf as, salah seorang anak Isra’il.

Dan demikianlah, Tuhan memilih engkau (untuk menjadi nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS. Yusuf (12): 6)

Salah satu nikmat yang Allah berikan pada Isra’il adalah kekuatan dan ilmu.

Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar dan ilmu-ilmu (yang tinggi). (QS. Sad (38): 45)

Isra’il menyerukan pada anak-anaknya dan umatnya untuk selalu bertauhid kepada Allah. Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, yaitu Tuhan yang Mahaesa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah (2): 132-133)

Isra’il diperkirakan hidup pada 1800-1000 SM di daerah Kanaan (sekarang Palestina atau Al-Quds) ketika masa pemerintahan Kaum (Suku) Hyksos dari Arab Mutarriba, yaitu orang Arab sebelum berkembangnya Arab Musta’riba keturunan Nabi Isma’il as (Nabi Ibrahim as pun masuk dalam golongan Arab Mutarriba). Kaum Hyksos ini berbahasa Aramiya dengan dialek Kanaan. Isra’il juga menguasai bahasa kakeknya, Ibrahim as., yaitu bahasa Aramiya dengan dialek Kildani.

Nabi Yusuf as yang telah dibuang oleh saudara-saudaranyalah yang membawa Isra’il hijrah ke tanah Gosyen, delta sungai Nil, atau yang kita kenal dengan nama Mesir sekarang. Seluruh anak Isra’il ikut hijrah dan mereka berkembang menjadi sebuah bangsa yang besar di sana.

Hal yang menarik adalah bahwa Al-Quran menjelaskan bahwa raja Mesir ketika itu tidaklah dipanggil dengan gelar “fir’aun” atau “pharaoh”, tetapi “malik” atau “raja”.

Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.” (QS. Yusuf (12): 43)

Ayat di atas merupakan percakapan antara Raja Mesir (bukan Fir’aun) dengan para pemuka kaumnya tentang mimpinya yang aneh. Kejadian ini terjadi ketika Nabi Yusuf sedang dipenjara.

Panggilan “raja” di sini sangat bersesuaian dengan kemungkinan bahwa Isra’il dan anaknya, Yusuf as, hidup di Mesir dalam masa pemerintahan Raja Amenthotep IV yang menganut kepercayaan monoteis yang berbeda dengan kepercayaan politeis nenek moyangnya. Raja ini tidak menyebut dirinya Fir’aun. Dalam ayat-ayat Al-Quran yang menceritakan kisah-kisah Nabi Musa as, barulah kata Fir’aun digunakan.

Setelah lewat dua tahun lamanya, bermimpilah Fir’aun, bahwa ia berdiri di tepi Sungai Nil. Tampaklah dari Sungai Nil itu keluar tujuh ekor lembu yang indah bangunnya dan gemuk badannya; lalu memakan rumput yang di tepi sungai itu. Kemudian tampaklah juga tujuh ekor lembu yang lain, yang keluar dari dalam Sungai Nil itu, buruk bangunnya dan kurus badannya, lalu berdiri di samping lembu-lembu yang tadi, di tepi sungai itu. Lembu-lembu yang buruk bangunnya dan kurus badannya itu memakan ketujuh ekor lembu yang indah bangunnya dan gemuk itu. Lalu terjagalah Fir’aun. Setelah itu tertidur pulalah ia dan bermimpi kedua kalinya: Tampak timbul dari satu tangkai tujuh bulir gandum yang bernas dan baik. Tetapi kemudian tampaklah tumbuh tujuh bulir gandum yang kurus dan layu oleh angin timur. Bulir yang kurus itu menelan tujuh bulir yang bernas dan berisi tadi. Lalu terjagalah Fir’aun. Agaknya ia bermimpi! (PL. Kitab Kejadian, 41: 1-7)

Anak-Anak Isra’il

Isra’il mempunyai 4 orang istri, 12 orang anak laki-laki, dan 1 anak perempuan. Perinciannya adalah sebagai berikut. (Istri: Anak (Urutan))

Lea: Ruben atau Rubin (1), Simeon atau Syam’un (2), Levi atau Lewi (3), Yehuda atau Yahudza (4), Isakhar (9), Zebulon atau Zebulun (10), Dina(11-anak perempuan)

Rahil (Rachel): Yusuf (12), Benyamin atau Bunyamin (13)

Bilha (budak Rahil): Dan (5), Naftali (6)

Zilpa (budak Lea): Gad (7), Asyer (8)

Kedua belas anak laki-laki inilah yang menjadi nama bagi dua belas suku dari Bani (Anak-anak) Isra’il.

Bani Isra’il di Mesir

Bani Isra’il hidup secara cukup ekslusif di tanah Gosyen. Namun setelah 500 tahun, mereka mengalami sinkretisme dalam banyak hal. Seperti nama-nama khas Mesir untuk nama perorangan, percampuran adat-istiadat dan bahasa. Bisa dikatakan mereka telah kehilangan kemampuannya dalam berbicara bahasa nenek moyang mereka, Ibrahim as, yaitu Bahasa Aramiya dialek Kildani, apalagi dialek Kanaan, bahasa di tempat Isra’il tinggal.

Pada selang waktu itu, terjadilah semacam revolusi pemerintahan di Mesir. Kepercayaan monoteis Amenthotep IV ditentang oleh pendeta-pendeta Mesir yang masih menganut kepercayaan pada dewa-dewa. Pengganti Amenthotep, Tut-Anch-Amon, tidak begitu kuat sehingga ketika ia mangkat, terjadi perpecahan dan perebutan kekuasaan. Pemerintah Mesir pun kembali menjadi penyembah dewa-dewa. Sedangkan Bani Isra’il mengalami diskriminasi dan diturunkanlah kedudukan mereka dari warga negara yang terhormat menjadi warga negara kelas dua atau budak.

Di masa pemerintahan Fir’aun Ramses II, Nabi Musa as, anak Imran (Amram) dan Yukhabad (Yokhebed), keduanya dari Suku Levi, dilahirkan. Ibunya menghanyutkan Nabi Musa as di Sungai Nil, kemudian Musa as dipungut oleh istri Fir’aun. Ia hidup dan tumbuh besar di istana sehingga kemungkinan besar ia hanya bisa berbicara dalam Bahasa Koptik Kuno (Mesir Kuno) dan menulis dalam huruf Hieroglif. Nabi Harun as diutus untuk membantu adiknya, Nabi Musa as, karena adiknya tidak terlalu lancar dalam berbicara bahasa awam dari Bani Isra’il yang menurut beberapa ahli sebenarnya bukan Bahasa Ibrani.

Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami.” (QS. Taha (20): 25-35)

Kisah selanjutnya tentu saja dapat dibaca dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Di masa Fir’aun Merneptah, pada pertengahan terakhir dari abad ke-13 SM, Bani Isra’il yang dipimpin oleh Nabi Musa as dan wakilnya, Nabi Harun as, eksodus dengan tujuan tanah Kanaan. Pada saat inilah terjadi kejadian termasyhur tentang terbelahnya laut dan ditenggelamkannya Fir’aun.

Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah bersama hamba-hambaku (Bani Isra’il) pada malam hari, dan pukullah (buatlah) untuk mereka jalan yang kering di laut itu, (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir (akan tenggelam).” Kemudian Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, tetapi mereka digulung ombak laut yang menenggelamkan mereka. (QS. Taha (20): 77-78)

Selama perjalanan ke Kanaan ini, Nabi Musa as menerima lauh-lauh atau kepingan dari batu atau kayu yang berisi Kitab Taurah berupa wahyu dari Allah.

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan untuk segala hal; maka (Kami berfirman), “Berpegangteguhlah kepadanya dan suruhlah kaummu berpegang kepadanya dengan sebaik-baiknya, Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang fasik.” (QS. Al-A’raf (7):145)

Di antara isi lauh-lauh Taurah adalah 10 Perintah Allah yang telah diturunkan pada firman-firman Allah di Gunung Sinai kepada Musa as sebelumnya. Sembilan di antaranya disebutkan dalam Al-Quran dan wajib diikuti oleh umat Islam juga, yaitu:

“…Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai ia mencapai usia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, berbicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat (mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al-An’am (6): 151-152)

Satu lagi isinya adalah tentang memuliakan hari Sabat atau Sabtu. Sedangkan Allah telah mengganti syari’at Nabi Musa as ini dengan memuliakan hari Jumat bagi umat Nabi Muhammad saw.

Sedangkan dalam versi bagian Taurah dalam Perjanjian Lama yang dipegang oleh Umat Yahudi dan Kristen terdapat beberapa perbedaan mengenai 10 Perintah Allah.

Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa pada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan berpegang kepada perintah-perintah-Ku. Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu dengan sembarangan,…. Tetaplah ingat dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu;… Hormatilah ayah dan ibumu,… Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini istri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu. (PL. Kitab Ulangan, 5:7-21)

Mengenai hari Sabat, sebagian dari Bani Isra’il melanggarnya sehingga dihukumlah mereka yang melanggar itu dengan azab berupa dijadikan hati dan kelakuannya seperti kera (sebagian ulama menafsirkannya benar-benar menjadi kera).

Dan sungguh kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!” (QS. Al-Baqarah (2): 65)

Di dalam perjalanan ini pula, Bani Isra’il juga mendapat cobaan nikmat dari Allah (cobaan itu bukan hanya musibah), di antaranya makanan dari langit yang Allah turunkan dari langit bernama manna dan salwa.

Wahai Bani Isra’il! Sungguh, Kami telah menyelamatkan kamu dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu untuk bermunajat) di sebelah kanan gunung itu (gunung Sinai) dan Kami telah menurunkan kepada kamu mann dan salwa. Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh, binasalah mereka. Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebijakan, kemudian tetap dalam petunjuk. (QS.Taha (20): 80-82)

Lalu, mereka kufur (tidak bersyukur). Mereka merasa tidak puas dengan makanan yang itu-itu saja. Padahal mann dan salwa itu sangatlah baik manfaatnya.

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak tahan hanya (hanya) makan dengan satu macam makanan saja, maka mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi,… (QS. Al Baqarah (2): 61)

Kekufuran sebagian dari Bani Isra’il tidak reda juga, bahkan ditambah lagi dengan kebodohan mereka. Ketika mereka ditinggalkan oleh Nabi Musa as untuk menerima lauh-lauh dari Allah, Bani Isra’il melecehkan dan tidak memperdulikan larangan Nabi Harun as untuk tidak mengikuti kesesatan Samiri menyembah patung anak sapi dari emas yang dapat bersuara.

Mereka (Bani Isra’il) berkata, “Kami tidak melanggar perjanjianmu (Musa) dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir’aun) itu, kemudian kami melemparkannya (ke dalam api), dan demikian pula Samiri melemparkannya”, kemudian (dari lubang api itu) dia (Samiri) mengeluarkan patung anak sapi yang bertubuh dan bersuara untuk mereka, maka mereka berkata, “Inilah Tuhanmu dan Tuhannya Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa.” (QS. Taha (20): 87-88)

Dan sungguh, sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya sekedar diberi cobaan (dengan patung anak sapi) itu dan sungguh, Tuhanmu ialah (Allah) yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku. Mereka menjawab, “Kami tidak akan meninggalkannya (dan) tetap akan menyembahnya (patung anak sapi) sampai Musa kembali kepada kami.” (QS. Taha (20): 90-91)

Namun, penulis-penullis Kitab Perjanjian Lama yang tersesat telah menzalimi Nabi Harun as dengan fitnah mereka yang mengatakan bahwa beliaulah yang membuat anak sapi emas itu, sedangkan nama Samiri yang terlaknat itu sama sekali tidak disebutkan.

Ketika bangsa itu melihat bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya, “Mari buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir – kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.” Lalu berkatalah Harun kepada mereka, “Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada telinga istrimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah semuanya kepadaku.” Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun. Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah daripadanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka, “ Hai Israel, Inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!” (PL. Kitab Keluaran, 32:1-4)

Taurah

Allah menurunkan taurah kepada Nabi Musa as sebagai pedoman hidup bagi Bani Isra’il. Allah menurunkannya dalam bentuk lauh-lauh berupa kepingan batu atau mungkin kayu. Hal ini dijelaskan Allah kepada Nabi Muhammad saw di dalam Al-Quran Surah Al-A’raf ayat 145 yang telah ditulis di bab sebelumnya.

Namun, naskah asli dari lauh-lauh Taurah ini tidak pernah lagi ditemukan sejak Bani Isra’il diserbu oleh bangsa-bangsa lain dan Baitul Maqdis sangat sering dihancurkan. Bahkan bahasa aslinya pun tidak diketahui. Mereka yang menganggap bahwa bahasa Taurah adalah Bahasa Ibrani tidak memiliki bukti yang kuat. Bahkan sebenarnya, bahasa dan huruf Ibrani merupakan bahasa dan abjad yang baru dibuat dalam konferensi rahasia umat Yahudi yang berlangsung antara 1898-1905. Naskah keputusannya dapat dilihat di Perpustakaan British Museum. Pada hakikatnya, bahasa Ibrani adalah bahasa Aramiya modern.

Dengan keragu-raguan, umat Yahudi dan Kristen menganggap bahwa Taurah adalah lima kitab pertama pada Perjanjian Lama, yaitu Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Bilangan, dan Kitab Ulangan.


Pengecut dari Bani Isra’il

Ketika Bani Isra’il telah mendekati tanah Kanaan atau Palestina, Nabi Musa memerintahkan kepada kaumnya untuk berperang merebut tanah suci Kanaan atau Palestina yang didiami oleh orang-orang kafir dari bangsa tetangga mereka. Namun sebagian besar mereka malah menolak perintah itu karena sifat pengecut mereka. Sementara dua orang yang bertakwa di antara Bani Isra’il (sebagian ulama meriwayatkan hadits bahwa kedua orang itu adalah Yusya bin Nun dan Kalib bin Yifuni), berusaha meyakinkan Bani Isra’il akan keniscayaan kemenangan mereka jika mereka beriman. Sedangkan dalam Perjanjian Lama, ada dua orang yang bernama Kaleb bin Yefune menentramkan hati kaumnya dan Yosua bin Nun yang berusaha membakar semangat anak-anak keturunan Israel karena mereka berdua sudah memata-matai negeri Kanaan itu.

…Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.” Mereka berkata, “Wahai Musa! Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam, kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk.” Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang yang beriman.” Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya., karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap menanti di sini saja.” Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.” (Allah) berfirman, “(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.” (QS. Al-Ma`idah (5): 21-25)

Maka Allah membiarkan mereka terlunta-lunta di padang gurun di dekat Laut Merah selama empat puluh tahun. Dalam masa empat puluh tahun inilah Nabi Harun as dan Nabi Musa as wafat. Di masa ini pula suku Yusuf dibagi menjadi dua, yaitu suku Manasye (Menasseh) dan suku Efraim (Ephraim). Sedangkan suku Levi tidak mendapatkan pusaka turun-temurun. Mereka bertugas sebagai imam-imam dalam hal agama. Jadi, 12 suku Bani Isra’il menjadi sebagai berikut.

1 Ruben
2 Simeon
3 Yehuda

4 Isakhar
5 Zebulon
6 Dan
7 Naftali
8 Gad
9 Asyer
10 Benyamin
11 Efraim
12 Manasye
Selama empat puluh tahun, Bani Isra’il terus-menerus mendapat kesulitan. Barulah setelah itu, Allah mengganti generasi yang dihukum dengan generasi baru yang lebih bertakwa. Generasi baru ini seolah-olah telah ditempa Allah dalam kehidupan yang sulit di padang pasir. Dengan dipimpin oleh Yusya bin Nun — sebagian ulama menganggapnya sebagai murid Nabi Musa as dan menjadi Nabi serta pemimpin pengganti Nabi Musa as, sedangkan di dalam Perjanjian Lama, Y
usya disebut Yosua dan ia adalah nabi pengganti Musa as. — , Bani Isra’il berhasil merebut tanah suci yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang beriman di antara keturunan Ibrahim (keturunan Nabi Ibrahim as bukan hanya Bani Isra’il, tetapi juga keturunan Nabi Isma’il as, yaitu Arab Musta’riba).

Masa Antara Yusya dan Nabi Dawud as

Setelah Yusya wafat, Bani Isra’il dipimpin oleh hakim-hakim selama lebih kurang lebih 150 tahun. Di masa ini, Bani Isra’il mengalami banyak pertempuran dengan negeri-negeri tetangganya. Namun karena mereka semakin jauh dari jalan Allah, mereka sedikit demi sedikit terus ditekan oleh musuh-musuhnya. Dekandensi moral merajalela dalam kehidupan mereka. Penyembahan berhala pun muncul kembali karena kebodohan mereka dalam menyerap budaya bangsa yang dikalahkannya. Namun, hakim-hakim itu tidak mempunyai kekuasaan yang besar terhadap mereka sehingga tidak bisa berbuat apa-apa selain menyampaikan kebenaran lewat kata-kata.

Sampai suatu ketika, Bani Isra’il dipimpin oleh seorang nabi sebagai hakimnya, mereka meminta kepada nabi itu untuk mengangkat raja dari antara mereka untuk memimpin mereka menghadapi bangsa Filistin atau Palestina.

Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Isra’il setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah seorang raja untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.” Nabi mereka menjawab, “Jangan-jangan jika diwajibkan atas kamu berperang, kamu tidak akan berperang juga?” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan (dipisahkan dari) anak-anak kami?” Tetapi ketika perang itu diwajibkan atas mereka, mereka berpaling, kecuali sebagian kecil dari mereka.. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah (2): 246)

Berdasarkan riwayat dari Mujahid, nabi itu adalah Samuel. Lalu Nabi Samuel memilih Talut (Saul) sebagai raja, sedangkan Talut bukanlah dari golongan terpandang.

Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Talut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu kepadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik.” Allah memberikan kerajaannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2): 247)

Seperti yang disebutkan dalam ayat sebelumnya (Al-Baqarah ayat 245), kebanyakan Bani Isra’il menjadi cenderung enggan untuk berperang dengan alasan tidak menerima Talut sebagai raja karena ia bukanlah seorang yang terpandang. Mereka tidak ikhlas untuk mengikuti perintah rajanya yang baru untuk memerangi pasukan Palestina yang kafir dan dipimpin oleh Jalut (Goliat). Bahkan ketika berangkat ke medan perang, jumlah pasukannya berkurang dua per tiga karena kelemahan iman dan takwa mereka.

Lemahnya mental mereka terlihat ketika kesetiaan mereka diuji oleh Talut di sebuah sungai.

Maka ketika Talut membawa tentaranya, dia berkata, “Allah akan menhuji kamu dengan sebuah sungai. Maka barang siapa yang meminum (airnya), dia bukan pengikutku dan barang siapa tidak maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil dari mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah (2): 249)

Kemudian, pasukan Talut yang sedikit itu berhasil mengalahkan pasukan Jalut. Nabi Dawud as membunuh Jalut.

Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya kerajaan dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki…. (QS. Al-Baqarah (2): 251)

Kemudian Nabi Dawud as pun menjadi raja pengganti Talut. Kekuasaannya berlangsung 40 tahun dari kira-kira tahun 1004 SM sapai 963 SM. Pada awal mulanya, ibukota pemerintahannya adalah Hebron (Al Khalil) untuk masa waktu 7 tahun. Sekitar tahun 995 SM, ia menduduki Yerussalem dan memindahkan ibukotanya di sana. Ia mengerahkan seluruh balatentaranya untuk memerangi negeri-negeri tetangganya yang merupakan orang-orang yang tidak beriman. Upaya pembersihan tanah suci selesai sekitar tahun 990 SM. Ia mampu untuk memaksa Damaskus untuk membayar pajak tanah (land-taxes) dan menaklukkan Bangsa Moab, Edom dan Amon. Pada periode itu, para pengikut ajatan tauhid dari Bani Isra’il untuk pertama kali dalam sejarah mendominasi sebagian besar wilayah Palestina.

Bani Isra’il di bawah kepemimpinan Nabi Dawud as mengontrol wilayah dataran tinggi, tetapi mereka gagal untuk menguasai wilayah-wilayah datar khususnya sebagian besar daerah pesisir Palestina yang merupakan bagian yang belum pernah dikuasai oleh kerajaan mereka sepanjang riwayatnya sama sekali.

Allah telah menganugerahkan kepada Nabi Dawud as kitab suci Zabur (Mazmur). Ia juga diberikan kerajaan yang kuat. Gunung-gunung dan burung-burung bersama-samanya memuji dan berzikir kepada Allah ketika ia menyanyikan zikir itu dengan khusyu’.

Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat (kepada Allah). Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (QS. Sad (38): 17-20)

(Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadi khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah….” (QS. Sad (38): 26)

Allah telah memberikan Dawud mukjizat berbentuk kemampuan dalam melunakkan besi sehingga dapat dibentuk sesuka hati. Ia mengembangkan produksi persenjataan baju besi pada zamannya dengan kemampuannya yang seperti itu.

Walaupun ia diberikan kerajaan, Nabi Dawud as tetap saja kerja keras dan hanya memakan hasil jerih payahnya sendiri. Bahkan kehidupannya yang sederhana terlihat dari syari’atnya, puasa Nabi Dawud as, yaitu berpuasa setiap dua hari sekali. Umat Islam pun masih melaksanakannya sebagai salah satu ibadah sunnah.

Dan telah Kami ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperanganmu. Apakah kamu bersyukur (kepada Allah)? (QS. Al-Anbiya (21): 80)

Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,” dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Saba` (34): 10-11)

Kerajaannya menjadi semakin besar dan jaya di bawah kepemimpinan Nabi Sulaiman (Salomo atau Solomon) as bin Dawud. Pemerintahannya di tanah yang berkah ini berlangsung sekitar 40 tahun (963-923 SM). Di masa pemerintahannya, Baitul Maqdis (menurut klaim orang Yahudi disebut Haekal atau Sinagog—rumah ibadah Yahudi–Sulaiman) dibangun. Sayangnya, penulis-penulis Perjanjian Lama telah memfitnah Nabi suci Sulaiman as. Mereka menuliskan dalam Kitab Raja-Raja I pasal 11 ayat 1-13 bahwa beliau telah jatuh dalam penyembahan berhala. Mudah-mudahan umat Islam terlindung dari sikap suka memfitnah nabi-nabi Allah yang telah Allah pilih sebagai manusia terbaik di antara kaumnya pada masanya. Umat Islam percaya bahwa seluruh nabi adalah penjunjung tauhid (keesaan Allah) dan tidak akan pernah terjatuh dalam dosa syirik.

Nabi Sulaiman as wafat ketika ia sedang berdiri di atas tongkatnya untuk shalat. Akibatnya para jin pekerja yang diperintahkan Allah untuk patuh pada Nabi Sulaiman as itu terus bekerja karena tidak tahu kalau beliau as telah wafat.

Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian atasnya (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka (para jin pekerja Sulaiman-pen) kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba` (34): 14)

Masa antara Nabi Sulaiman as sampai Nabi Isa Al-Masih ibnu Maryam as

Bagian Pertama: Perpecahan

Setelah wafatnya Raja sekaligus Nabi Bani Isra’il, Sulaiman as, sekitar 926 SM, perwakilan 12 suku Bani Isra’il mengadakan pertemuan di Sikhem (dekat Nablus) untuk mengangkat Rehbe’am (Rehabeam) bin Sulaiman sebagai raja. Para utusan dari 10 suku bersepakat untuk tidak mengangkatnya karena ia tidak menjanjikan mereka untuk menurunkan pembayaran pajak. Sebaliknya, mereka memilih Yarba’am (Yerobeam bin Nebat) yang berasal dari suku Efraim sebagai raja baru dan menyebut kerajaan mereka dengan sebutan Israel. Mereka tetapkan Sikhem sebagai ibukota mereka (yang kemudian disebut dengan Tarzah dan Samaria).

Sedangkan Rehbe’am menjadi menjadi raja dengan nama kerajaannya adalah Yehuda (Judah).

Masing-masing kerajaan ini menderita kerusakan internal, kelemahan militer dan politik serta mudah dirasuki pengaruh asing.

Kerajaan Israel

Salah satu pengganti Raja Yarba’am adalah Akhab (Ahab) yang berkuasa dari tahun 874 SM sampai 852 SM. Ia mengizinkan isterinya yang bernama Isabel (Izebel binti Etbaal), anak raja Sidon dan Ture, untuk mengikuti ibadah penyembahan Tuhan orang Funisia yaitu Ba’al. Istri Akhab inilah yang telah membunuh begitu banyak nabi, tentu saja dengan persetujuan Akhab sendiri.

Pada masa ini, Allah mengutus Nabi Ilyas (Elia) as dan kemudian dilanjutkan oleh juniornya, Nabi Ilyasa (Elisa) as untuk berdakwah pada Akhab . Karena kesewenang-wenangan Akhab yang menganggap remeh bahkan berusaha membunuh Nabi Ilyas as dan Nabi Ilyasa as, revolusi terjadi dengan dikepalai oleh seorang aparat yang bernama Yaho (Yehu) dibantu oleh Nabi Ilyasa as (dalam Perjanjian Lama, Nabi Ilyasa as menggantikan Nabi Ilyas as yang diangkat ke langit). Akhab berhasil digulingkan.

Bagian Kedua: Pembunuhan Nabi-Nabi, Awal Kehancuran dan Perbudakan

Setelah pembantaian nabi-nabi pada masa Akhab, Bani Isra’il masih belum puas. Mereka membunuh nabi-nabi yang lainnya.

Bani Isra’il membunuh Nabi Haziqual (Yehezkiel, sebagian ulama menganggapnya Nabi Dzulkifli as) karena ia melarang seorang dari hakim dari perbuatan mungkar. Raja Mansi bin Hazqiya (Manasye bin Hizkia) membunuh Nabi Ashiya bin Amous (Yesaya bin Amos). Ia memerintahkan untuk menggantungnya di atas dahan pohon karena nabi tersebut telah menasehati dan memberikannya wejangan. Bani Isra’il juga membunuh Nabi Armiya (Yeremia) dengan cara melemparinya dengan batu karena ia mengutuk mereka yang telah berbuat kemungkaran.

Sargon II, raja bangsa Assyria dapat memberikan pelajaran kepada Hosea, yang merupakan raja terakhir Kerajaan Israel. Assyria berhasil menghancurkan Israel pada tahun 721 SM. Kemudian bangsa Assyria memindahkan rakyat Israel ke wilayah Haran, Khabour (Habor), Kurdistan, dan Persia serta menempatkan orang-orang Aramaian sebagai pengganti Bani Israel yang sudah hengkang.

Setelah runtuhnya Kerajaan Israel di utara, Kerajaan Yehuda di selatan juga terus diserang dan mengalami kekalahan berulang kali sehingga membuat para musuh dengan mudah dapat memasuki Yerusalem. Bani Isra’il yang tinggal di Kerajaan ini kemudian disebut Kaum Yahudi.

Ketika Yahoyaqim (Yoyakhin) berkuasa dari tahun 598-597 SM, Nebukadnezar, raja Khaldea atau Babilonia Baru, mengepung Yerusalem. Lalu Nebukadnezar menangkap raja dan keluarganya, pemimpin Yahudi serta sekitar 10 ribu dari populasinya. Mereka dikenal dengan sebutan “tahanan pertama”. Pasukan Babilonia juga menjarah beberapa harta karun yang berada di Baitul Maqdis yang sudah tidak suci lagi (karena adanya berhala) dan dibawa ke Babilonia.

Sebagai wilayah jajahan, Nebukadnezar menunjuk Sodkiya bin Yoshyia (Zedekia bin Yosia) (597 SM-586 SM) sebagai raja boneka. Namun Sodkiya, saat menjelang hari-hari akhir rezimnya, memberontak melawan orang-orang Babilonia. Ia kalah dan Pasukan Babilonia kembali maju terus memasuki Jerusalem dan mengepungnya hingga 18 bulan sampai akhirnya Kerajaan Yehuda menyerah. Nebukadnezar membumihanguskan Yerusalem. Ia ratakan tempat-tempat ibadah yang ada, menjarah kekayaan dan harta karun, menangkap sekitar 40 ribu Yahudi dan mengirim mereka ke Babilonia. Mereka dikenal dengan sebutan “tahanan Babilonia kedua”. Yahudi yang tersisa akhirnya berimigrasi ke Mesir, termasuk Nabi Armiyah (Yeremia). Kerajaan Yehuda pun jatuh pada tahun 586 SM.

Dalam penghancuran Baitul Maqdis, Naskah-naskah Taurah dan Zabur yang asli serta kitab-kitab yang lainnya musnah.

Itulah hukuman yang Allah berikan kepada kaum pembunuh nabi. Mereka telah mempunyai kitab yang jelas, yaitu Taurah dan Zabur, tetapi mereka “lempar” kitab itu ke “belakang” dan menyembah berhala kaum-kaum yang justru mereka taklukkan.

Dan Kami tetapkan terhadap Bani Isra’il dalam kitab itu (Taurah), “Kamu pasti akan berbuat kerusakan di bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan bagi kamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (QS. Bani Isra’il atau Al-Isra’ (17): 4-5)

Bahkan di dalam Perjanjian Lama pun disebutkan keburukan yang Bani Isra’il lakukan.

Celakalah bangsa yang berdosa, kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berlaku buruk! Mereka meninggalkan TUHAN, menista yang Mahakudus, Allah Israel, dan berpaling membelakangi Dia. Di mana kamu mau dipukul lagi, kamu yang bertambah murtad?… (PL. Kitab Yesaya, 1: 4-5)

Yahudi yang ditahan di Babilonia dijadikan budak. Inilah untuk pertama kalinya Bani Isra’il berdiaspora (berpencar-pencar).

Bagian Ketiga: Bani Isra’il Mendapat Otonomi dari Bangsa-Bangsa Lain dan Taurah Ditulis Kembali

Sekitar tahun 538 SM, Bani Isra’il yang diperbudak di Babilonia (Yahudi) dibebaskan oleh Cyrus II (Koresh), raja Persia. Sebagian ulama dan ahli sejarah menganggapnya sebagai “Dzulqornain” atau “Zulkarnain” yang diceritakan kisahnya dalam Al-Quran surah Al-Kahfi ayat 83-98. Dalam surah itu, ia diceritakan sebagai raja dan panglima perang yang adil dan beriman kepada Allah. Perang-perang yang dilakukan oleh Cyrus II memiliki banyak kesamaan dengan perincian peperangan yang dilakukan Zulkarnain.

Cyrus II melakukan penaklukan besar-besaran ke timur dan barat wilayahnya. Yerusalem berhasil ia rebut dan sekitar 42.000 jiwa Yahudi yang ada di Babilonia (ini hanya jumlah minoritas dari seluruh Bani Isra’il yang mulai menyebar) diperbolehkan pulang ke Yerusalem dan wilayah sekitarnya. Mereka menjadi warga negara Persia.

Pada masa bebas dan damai ini, Uzair (Ezra) muncul. Dalam sebuah riwayat hadits yang marfu’ yang diceritakan melalui jalan Abu Qasim Al-Baghawi dari Dawud bin Amr, dari Hibban bin Ali, dari Muhammad bin Kuraib, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, ia menyebutkan, “Aku tidak mengetahui, apakah Uzair itu dibai’at atau tidak dan aku juga tidak mengetahui, apakah ia itu seorang nabi atau bukan”.

Dalam riwayat yang diceritakan Ishak bin Basyar, diceritakan bahwa Allah menurunkan kembali Taurah kepada Uzair setelah ia ditidurkan oleh Allah selama seratus tahun dan Uzair pun menuliskannya kembali. Karena ia menuliskan Taurat, sebagian Bani Isra’il yang tersesat menganggapnya anak Allah. Ia dianggap lebih hebat dari Nabi Musa as yang menerima Taurat setelah berbentuk kitab. Semoga umat Islam selalu ingat dan memahami sifat-sifat Allah yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan yang disebut dengan jelas dalam Surah Al-Ikhlas ayat 1-4.

Pada tahun 332 SM, raja Makedonia, Alexander The Great atau Iskandar Agung (tafsiran ulama bahwa dia adalah Zulkarnain kurang didukung bukti sejarah yang mengatakan Iskandar adalah penyembah berhala dan dewa-dewa), dapat menduduki Palestina dalam ekspedisinya untuk menduduki Syria Raya, Mesir, Iraq, Iran dan sebagian wilayah India. Seluruh wilayah ini adalah wilayah Persia yang telah dibangun sejak zaman Cyrus II. Iskandar tetap melindungi Bani Isra’il. Sejak masa itu, Palestina memasuki era yang disebut dengan Era Helenistik Yunani yang berakhir hinggal tahun 63 SM.

Bagian Keempat : Penyimpangan dalam Kehidupan Tauhid Bani Isra’il

Setelah kematian Iskandar, pecah konflik di antara para pemimpin-pemimpin Makedonia yang menyebabkan perpecahan. Palestina dan sisa Syria yang berdelta, dari selatan Lattakia, Lebanon dan sebagian Syria seperti Damaskus, Mesir dan Borqa (Libya) serta sebagian dari pulau-pulau di laut Aegia jatuh ke tangan Ptolemy. Era ini disebut dengan Era Ptolemaik, berlangsung di Palestina dari tahun 302-198 SM. Ptolemaik merasa simpati kepada Bani Isra’il, di mana seluruh urusan mereka dipegang oleh para “Pendeta Besar”. Kemudian datang setelah itu orang-orang Seleucids di mana bagian kekuasaan mereka setelah kematian Iskandar meliputi wilayah Syria Utara, Asia kecil (Turki dan sekitarnya), Rafidain (wilayah Tigris dan Eufrat) serta dataran tinggi Iran. Mereka dapat mendominasi Palestina setelah berhasil menang dalam pertempuran Banion di mana raja Seleucid yaitu Antiokhis III dapat meraih kemenangan yang gemilang atas orang-orang Ptolemaik. Dominasi orang-orang Seleucid atas Palestina ini berakhir pada tahun 63 SM.

Orang-orang Seleucid berusaha untuk mempengaruhi kehidupan Bangsa Yahudi dengan Helenisme Yunani. Maka, Antiokhis IV mencoba untuk menjauhkan Bangsa Yahudi dari ajaran agama mereka. Pada tahun 167 SM, ia mengirim salah seorang pemimpin kepada Yahudi dan menugasinya untuk melenyapkan ajaran ritual dan menggantikan Allah, dengan Tuhan Olimpik yaitu Zeus. Ini juga menjadi awal pengubahan Taurah. Ia menunjuk salah seorang pendeta Yunani yang menyembah berhala di Yerusalem. Pendeta ini mengharamkan pelaksanaan khitan, kepemilikan buku suci dan menghalalkan bagi mereka untuk mengonsumsi daging babi. Merespon perintah-perintah ini, orang-orang Yahudi terpecah dalam dua golongan : sebagian, berpaling dari ajaran mereka karena memang sesuai dengan nafsu mereka atau terpaksa, mereka disebut dengan Hellenistik atau Yunanis. Mereka bermukim di Yerusalem dan di daerah-daerah Yunani. Kelompok kedua, adalah orang-orang yang menentang hal ini yang harus hengkang dari Yerusalem. Namun jumlah mereka hanya sedikit. Kelompok ini disebut dengan “the party of the saints” ‘kelompok orang-orang suci’.

Kelompok ini telah mempercayakan kepemimpinan mereka kepada Mattahyas (Mattayeeh), ketua keluarga Ashmonia, yang meninggal dunia dalam waktu yang tidak terlalu lama. Maka ia digantikan oleh anaknya yang bernama Yehuda, yang juga dipanggil Maccabee, yang bermakna “palu”. Ia memberontak terhadap orang-orang Seleucid dan mengalahkan mereka lebih dari sekali (166-165 SM). Orang Yahudi banyak bergabung dengannya. Ini yang membuat Antiokhis IV harus memberhentikan operasi yang ia lakukan terhadap Yahudi. Orang-orang Maccabees kembali ke Yerusalem pada tanggal 25 Januari 164 SM. Yahudi terus merayakan kemenangan ini hingga sekarang yang disebut dengan “Hanukah” ‘Pesta Cahaya’.

Setelah itu otonomi kembali didapatkan Bangsa Yahudi. Rezim kekuasaan menjelma menjadi warisan bagi Maccabees. Orang-orang Maccabees berkuasa sebagai “Pendeta Kepala” dan mereka sebut mereka seperti raja-raja, namun mereka tetap merupakan raja-raja bawahan dan tetap membayar pajak tanah kepada orang-orang Seleucid. Pada tahun 143 SM, Kaisar Dimetirus II telah membebaskan orang-orang Yahudi dari kewajiban untuk membayar berbagai pajak dan menjuluki penguasa dengan “Simon”. Kaum Yahudi sepakat memutuskan “Simon” sebagai seorang raja.

Dalam masa-masa berikutnya, Palestina menjadi rebutan Kaum Seleucid dan Kaum Ptolemy. Namun kedua kaum ini pada akhirnya tidak bisa menghalangi kekuatan adikuasa di zaman itu, Kekaisaran Romawi.

Nabi Zakariya as dan Nabi Yahya as

Tahun 4 SM, Herodes Antipas menjadi raja bawahan dari Kaisar Octavianus Agustus. Tiga orang nabi diutus Allah pada masa ini yaitu Nabi Zakariya as, Nabi Yahya as (anak Nabi Zakaria as) dan Nabi Isa Al-Masih as bin Maryam (anak keponakan Nabi Zakaria as).

Nabi Zakariya as adalah seorang tukang kayu dan pemelihara Baitul Maqdis. Ia adalah orang yang menanggung kehidupan Maryam binti Imran, keponakannya. Ia diberikan anak setelah usianya lanjut. Anaknya bernama Yahya, Nabi Yahya as. Masing-masing Zakariya dan Yahya punya andil yang besar dalam berdakwah pada Bani Isra’il agar kembali kepada hidayah dan kebenaran mengingat penyelewengan-penyelewengan mereka pada isi Taurah dan kitab-kitab lainnya. Bahkan isi Taurah yang banyak beredar pada masa itu telah mereka ubah sesuai hawa nafsu mereka, terutama mengenai kesulungan Nabi Isma’il as dan berita-berita akan datangnya Nabi Muhammad saw dari keturunan Nabi Isma’il as. Mereka merasa dengki karena nabi terakhir bukanlah berasal dari Bani Isra’il.

Dikisahkan dalam Al-Quran bahwa Nabi Zakariya as akan memperoleh anak yang saleh.

“…yang membenarkan sebuah kalimat (firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.” (QS. Ali Imran (3): 39)

Allah masih menjaga keaslian Kitab Taurah-Nya melalui Nabi Yahya as.

“Wahai Yahya! Ambillah (pelajari) Kitab (Taurah) itu dengan sungguh-sungguh.” (QS. Maryam (19): 12)

Nabi Yahya harus mengorbankan hidupnya untuk mempertahankan sikap solidnya melawan kehendak Herodes untuk kawin salah seorang muhrimnya (diharamkan untuk dinikahi) yang bernama Herodia. Herodia yang sangat menginginkan kebahagiaan dunia dengan menjadi istri Herodes mencoba “menyogok” Nabi Yahya as dengan mengajak Nabi Yahya as untuk berzina. Namun Nabi Yahya as mampu menolak hawa nafsunya. Herodia meradang dan meminta Herodes yang mau memenuhi seluruh keinginannya untuk memiliki kepala Nabi Yahya as. Hal itu dikabulkan Herodes dan dibunuhlah Nabi Yahya as.

Maka syahidlah Nabi Yahya as.

“Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.” (QS. Maryam (19): 15)

Ketiranan Herodes tidak masih berlanjut dengan membunuh Nabi Zakariya as. Pasukan Herodes menggergajinya karena ia membela anaknya, Nabi Yahya as dan juga menentang perkawinan karena halangan keturunan.

Masa Antara Nabi Isa Al-Masih as binti Maryam dan Nabi Muhammad saw

Nabi Isa as dilahirkan sekitar tahun 4 SM, tepat ketika Herodes Antipas naik tahta sebagai raja bawahan Kaisar Octavianus. Karena kelahiran Nabi Isa as tanpa ayah, kebanyakan Kaum Yahudi menganggapnya sebagai anak haram. Mereka lupa bahwa Nabi Adam as diciptakan oleh Allah tanpa ayah dan tanpa ibu. Mereka juga lupa bahwa Maryam ibunda Nabi Isa as adalah wanita yang tidak pernah keluar dari Baitul Maqdis kecuali ada keperluan yang mendesak.

Kemudian mereka menghardik Maryam yang sedang menggendong Nabi Isa as yang masih bayi. Namun Maryam diperintahkan oleh Allah untuk menunjuk kepada Nabi Isa as.

…Wahai saudara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu (Imran) bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina.” Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dab Dia menjadikan aku seorang nabi, … (QS. Maryam (19): 28-30)

Maryam dipanggil sebagai saudara perempuan Nabi Harun as karena kesalehannya dan memang salah seorang saudara perempuan Nabi Harun as dan Nabi Musa as juga bernama Maryam.

Lalu, sebagian Kaum Yahudi beriman dan sebagian lainnya tetap tidak percaya.

Setelah Nabi Isa as berusia sekitar 30 tahun, Allah mengutusnya sebagai nabi dan memberikan Injil kepadanya. Ia mengajarkannya di Baitul Maqdis, Yerusalem. Namun, beliau as lebih banyak menyampaikan pokok ajaran Injil yang menurut sebagian riwayat merasuk ke dalam qalbu Nabi Isa as kepada Hawariyyun, pengikut-pengikut terdekatnya.

Semakin lama, Nabi Isa as semakin tenar di penjuru Yudea (nama Kerajaan Yehuda yang baru). Para pengikut Nabi Isa as semakin bertambah dan mereka dinamai Kaum Nazaren karena Nabi Isa as tumbuh besar dan pertama kali berdakwah di Nazaret. Nazaren dalam Al-Quran disebut Nashara atau Nasrani.

Imam-imam Yahudi merasa iri dan dengki terhadap Nabi Isa as yang semakin banyak disukai Kaum Yahudi. Selain itu, Nabi Isa as juga dibenci imam-imam Yahudi karena ia membongkar keburukan mereka yang telah mengubah isi Taurah dan menutup-nutupi tentang kabar gembira akan datangnya Nabi Muhammad saw dari keturunan Nabi Isma’il as.

“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Isra’il! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurah dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (As Saff : 6)

Kedengkian ini membawa mereka pada perencanaan pembunuhan. Mereka menuduh Nabi Isa as berusaha merebut kekuasaan raja dan melanggar hari Sabat. Salah seorang pengikut Nabi Isa as (dalam riwayat bernama Yudas Iskariot) berkhianat memberi tahu tempat persembunyian Nabi Isa as yang sudah tahu bahwa ia akan diburu. Maka pasukan dikerahkan dan ketika tiba di tempat Nabi Isa as, Allah menyerupakan wajah pengkhianat itu dengan wajah Nabi Isa as. Sedangkan Nabi Isa as diangkat oleh Allah ke langit.

…dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka (Bani Isra’il-pen), “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya. Tetapi Allah telah mengangkat Isa ke hadirat-Nya. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. An-Nisa’ (4): 156-158)

Imam-imam Yahudi dengan kedengkiannya yang belum hilang masih terus memfitnah Nabi Isa as. Mereka terus memfitnah Maryam ibunda Nabi Isa as sebagai pelacur dan telah berzina. Ini mereka tuliskan dalam Kitab Talmud yang ditulis oleh imam-imam mereka. Pada masa sekarang, Talmud lebih “dianggap”oleh umat Yahudi dibandingkan Taurat dan Perjanjian Lama. Berikut ini beberapa fitnah keji yang dilancarkan imam-imam Yahudi lewat Talmud yang telah di publikasikan oleh Prof.H.S. Tharick Chehab dalam bukunya Alkitab (Bible), Sejarah Terjadinya dan Perkembangannya Serta Hal-Hal yang Bersangkutan.

Hal 31 (Talmud-pen) : ”Siti Maryam disebut STADA, sebagai seorang pelacur karena ia meninggalkan suaminya dan melakukan perzinaan.”
Hal 34 : “Kemudian Yesus menyerukan NAMA ALLAH dan terus menyebutnya hingga datanglah angin yang mengangkatnya antara bumi dan langit. Yudas juga menyatakan NAMA AGUNG DARI ALLAH dan begitu juga diangkat oleh angin. Kemudian Yudas mengucapkan nama Tuhan dan mengambil Yesus dan mendorong Yesus ke bawah, yaitu ke bumi. Yesus lalu mencoba untuk berbuat yang sama terhadap Yudas dan mereka berdua pun akhirnya berkelahi. Dan ketika Yudas mengetahui bahwa ia tidak dapat memenangkan Yesus maka ia mengencingi Yesus dan kedua-duanya yang tidak suci lagi itu akhirnya jatuh ke bumi; juga tidak dapatlah lagi mereka menggunakan nama suci Allah lagi sampai mereka mensucikan diri sendiri.”

Fitnah di atas hanyalah dua dari sekian banyak fitnah yang ada dalam kitab terkutuk tersebut. Sungguh sangat pantas jika kita harus memusuhi orang-orang terlaknat seperti itu hingga mereka mau bertobat dan kembali ke jalan yang lurus. Ini tentu sangat sulit mengingat watak mereka yang angkuh dan sombong.

Dalam perkembangan selanjutnya, Hawariyyun tanpa menyerah terus berdakwah meskipun harus menghadapi rintangan dan siksaan yang tidak ringan. Ketika jumlah orang-orang Nasrani kian hari kian berlipat ganda (bukan hanya dari Bani Isra’il, tetapi juga sebagian bangsa lainnya yang tinggal di wilayah Romawi) dan setelah sekian tahun Yahudi menghawatirkan tersebarnya dakwah ini, mereka mengatur penangkapan Simon Petrus (kemungkinan ia merupakan salah seorang dari Hawariyyun paling dekat dengan Nabi Isa as) dan lainnya untuk dipersidangkan di depan Imam-imam Yahudi. Namun imam-imam ini merasa cukup untuk mencambuk mereka dan membebaskan mereka kembali. Para pengikut yang baru akhirnya harus melarikan diri ke daerah Samaria, Kaisareh dan Antiokiyah. Di sana mereka dapat bertemu dengan kelompok Nasrani lainnya. Petrus juga harus hengkang ke Roma di mana dia mendirikan kelompok Nasrani di sana. Dia memfokuskan dakwah untuk mengajak Yahudi kembali ke ajaran yang benar.

Adapun Paulus (seorang Yahudi yang masuk Nasrani, tetapi ia tersesat termasuk golongan yang meyakini Nabi Isa as sebagai anak Allah), dia berdakwah kepada orang-orang yang menyembah berhala di Yunani sebagaimana ia juga berdakwah kepada Yahudi dan mengartikulasi terminologi-terminologi dan pemahaman-pemahaman filosofis untuk menginterpretasi ajaran Nasrani yang sesuai dengan standar peradaban Helenistik yang lestari saat itu. Saat ini, tulisannya merupakan tulisan yang paling dominan di dalam Injil (Perjanjian Baru) yang dipegang umat Kristen meskipun ia tidak pernah bertemu Nabi Isa as.

Paulus dan Petrus harus mengakhiri hidupnya dengan eksekusi mati pada era Kaisar Nero 64 M. Tetapi risalah yang diproklamirkan oleh Nabi Isa as dalam tempo yang tidak terlalu lama harus mengalami distorsi dan Injil yang isinya telah diubah (salah satu strategi umat Yahudi dalam menyesatkan umat Nasrani) telah mulai menyebar di masa itu. Namun di masa itu juga masih tersebar Injil-injil yang lurus.

Sekitar tahun 66 M, orang-orang Yahudi memberontak di wilayah mereka, Palestina. Mereka ditumpas olah Romawi dan pada tahun 70 M, Yerusalem benar-benar di bawah kekuasaan Romawi. Yerusalem benar-benar diratakan dengan tanah dan banyak orang Yahudi yang diperjualbelikan sebagai budak. Mereka juga ada yang dijadikan petarung-petarung gladiator. Tahun 90 M, orang-orang Yahudi dan Nashara dikejar-kejar oleh tentara Romawi karena dianggap menimbulkan banyak masalah.

Tahun 135 M, orang-orang Yahudi di Palestina kembali memberontak. Kali ini Kaisar Hadrianus dari Romawi benar-benar menyempurnakan tindakan represifnya dan Yerusalem menjadi koloni Romawi dengan nama Aelia Capitolina. Orang-orang Yahudi diusir dari sana dan mereka kembali menyebar. Sedangkan orang-orang Nashara yang bukan dari Bani Isra’il diperbolehkan tinggal di Yerusalem. Pada masa ini, Baitul Maqdis kembali dikotori dengan berhala Dewa Jupiter.

Bani Isra’il pada Masa Nabi Muhammad saw

Bani Isra’il yang berdiaspora juga berpindah ke tanah Arab. Mereka adalah pemeluk agama Yahudi (mulai saat ini, Bani Isra’il yang akan dibahas adalah pemeluk agama Yahudi) dan banyak tinggal di Kota Yastrib (Madinah). Di Yastrib dan sekitarnya, mereka terbagi-bagi dalam beberapa klan, di antaranya adalah Bani Nadhir, Bani Quraizhah, Bani Qainuqa’, Bani Musthaliq, dan orang-orang Yahudi Khaibar.

Di sana mereka tinggal secara eksklusif dan tidak mau bercampur dengan saudara mereka dari Bani Isma’il (orang Arab) yang saat itu mengikuti agama Nabi Ibrahim as dan Nabi Isma’il as yang juga telah menyimpang jauh dari kelurusan. Malahan mereka memanfaatkan perpecahan di antara dua suku Arab di Yastrib (‘Aus dan Khazraj) untuk keuntungan mereka.

Di tahun kesepuluh kenabian, Nabi Muhammad saw berhijrah ke Yastrib dan mengubah nama Yastrib menjadi Madinah. Rasulullah saw diterima sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Rasulullah saw berhasil menyatukan kedua suku yang terus berselisih itu dengan Islam dan Madinah pun menjadi homebase pertama bagi tersebarnya Islam ke seluruh dunia.

Orang-orang Yahudi Madinah merasa terganggu dengan kehadiran Rasulullah saw dan merasa kesal karena tidak bisa lagi memanfaatkan perselisihan Suku ‘Aus dan Khazraj. Namun Rasulullah sebagai pemimpin negara-kota itu berusaha mengayomi seluruh kepentingan warga negara. Beliau membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah dalam 12 pasal yang isinya mengharuskan adanya kebebasan untuk memeluk agama masing-masing, kewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara, serta kewajiban untuk membela negara ketika diserang oleh pihak asing.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, satu per satu klan Yahudi di Madinah melecehkan dan membatalkan perjanjian. Klan pertama yang melanggar perjanjian adalah Bani Qainuqa’. Setelah Perang Badr, perilaku buruk mereka semakin menjadi-jadi. Sebagai pemimpin, Rasulullah saw mengumpulkan mereka, memberi nasihat serta petunjuk, dan memperingatkan mereka agar tidak berbuat sewenang-wenag mengingat hak mereka sebagai warga negara tidak pernah terdzhalimi. Apa yang mereka perbuat justru sangat buruk. Insiden yang mereka awali memicu tindakan keras dari Rasulullah saw. Mereka ‘mengerjai’ seorang wanita muslimah dengan membuka auratnya di tengah pasar Bani Qainuqa’ dan orang-orang Yahudi itu pun tertawa. Melihat saudarinya dihina dan agamanya dilecehkan, seorang muslim membunuh salah seorang Yahudi yang melakukan pelecehan itu, tetapi ia diikat dan balas dibunuh oleh beberapa orang Yahudi lainnya.

Dengan demikian lengkaplah pelanggaran Bani Qainuqa’ terhadap perjanjian. Rasulullah saw mengepung benteng mereka dengan pasukan keamanannya sedangkan Bani Qainuqa’ kompak melawan. Mereka menyerah setelah setengah bulan dikepung, Sebagai hukuman, mereka diusir dari Madinah.

Selanjutnya setelah Perang Uhud di mana pasukan Madinah yang mayoritas muslim gagal meraih kemenangan, giliran Bani Nadhir yang semakin lancang aktif berhubungan dengan ‘musuh negara’, kaum kafir Quraisy, secara diam-diam. Perbuatan mereka yang paling busuk adalah membuat rencana pembunuhan terhadap Rasululah saw ketika beliau berkunjung ke perkampungan mereka. Kabar ini diketahui oleh Rasul lewat berita dari Jibril. Beliau pun mengultimatum Bani Nadhir untuk pergi dari Madinah dan mengepung bentengnya. Mereka pun ketakutan dan pergi terusir secara hina dari Madinah.

Pengkhianatan paling buruk adalah pengkhianatn Bani Quraizhah ketika Perang Ahzab atau Perang Khandaq (Parit). Ketika Pasukan Sekutu (gabungan kaum musyrik dari berbagai penjuru Mekah dan daerah selatan Mekah serta dari daerah Ghathafan) yang berjumlah 10000 orang mengepung Madinah, Bani Quraizhah justru menyerang dari dalam kota. Namun Allah membuat mereka takut dan ragu-ragu serta ditambah lagi dengan pulangnya Pasukan Sekutu setelah diterjang badai gurun. Karena tindakan mereka dalam bentuk pengkhianatan pada negara ketika negara diserang, seluruh laki-laki baligh dari Bani Quraizhah dihukum mati. Wanita dan anak-anak ditawan.

Perkembangan Yahudi di Bawah Kekuasaan Islam

Setelah Madinah bersih dari pengkhianat-pengkhianat Yahudi, sisa-sisa Yahudi yang ada di Jazirah Arab (termasuk yang telah terusir dari Madinah) terkonsentrasi di Kota Khaibar, Wadil-Quro, Fadak, dan Taima’. Yahudi yang paling bermusuhan dengan Islam adalah Yahudi-Yahudi Khaibar. Dapat dikatakan mereka adalah salah satu sayap musuh Islam selain musyrik Quraisy dan musyrik Ghatafan yang ketiganya adalah paling getol untuk menghancurkan Islam. Mereka pernah membentuk pasukan sekutu untuk menghancurkan Islam dan Madinah dalam Perang Ahzab (Khandaq).

Setelah ditandatanganinya perjanjian gencatan senjata Hudaybiyah, kedudukan Islam dan Madinah aman dari serangan musyrik Quraisy yang berpusat di Makkah. Dengan pertimbangan strategi yang tepat, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melancarkan serangan balasan ke Khaibar dan sekitarnya mengingat Ghatafan cenderung lebih dekat dengan musyrik Quraisy yang telah menandatangani perjanjian gencatan senjata, Perjanjian Hudaybiyah.

Setelah bertempur lebih kurang satu bulan, Pasukan Islam dapat mengalahkan Yahudi. Pada akhir peperangan, Yahudi Khaibar menyerah dan membuat perjanjian damai. Mereka tetap dipersilakan tinggal di sana dan mengurus ladang-ladang mereka. Pasukan Islam melanjutkan perjalanan ke Wadil-Quro dan Yahudi-Yahudi di daerah ini pun dapat dikalahkan. Sisa-sisa Yahudi di Fadak dan Taima’ memilih jalan kooperatif dengan menghentikan permusuhan dengan Islam serta bersedia membayar jizyah (bagi yang tetap memeluk Yahudi) sebagai pengganti zakat dan jaminan perlindungan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka diberi kebebasan untuk memilih memeluk Islam atau tetap memeluk Yahudi. Sebagian kecil dari mereka pun masuk Islam.

Dengan demikian, ancaman Yahudi terhadap dakwah Islam di Jazirah Arab dapat dipadamkan. Namun, bukanlah penyiksaan yang diterima oleh orang Yahudi ini. Di bawah kekuasaan Islam, mereka menerima perlakuan yang sama dengan umat Islam sebagai warga negara. Bahkan dalam penulisan Talmud (kitab suci mereka selain Tanakh atau Bibel Yahudi yang sedikit berbeda dalam hal susunan dengan Perjanjian Lama Nasrani), mereka pun mengadopsi kaidah-kaidah ushul fiqh yang merupakan metodologi Islam yang sudah mapan untuk kajian-kajian keagamaan. Penulisan tanda-tanda vokal yang sekarang kita kenal dalam Al-Quran (? ? ? ) mereka serap dan jadilah huruf-huruf abjad mereka dalam Talmud pun memiliki tanda-tanda vokal yang sejenis. Sekali lagi penulis menegaskan bahwa memang tidak benar apa yang dituduhkan orientalis-orientalis yang tidak objektif baik dari Yahudi maupun Nasrani bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “mencontek” kitab-kitab mereka ketika beliau mengajarkan Al-Quran. Justru mereka yang mengadopsi teknik-teknik penulisan Al-Quran.

Dalam abad-abad berikutnya sejak Islam lahir, banyak orang-orang yang bukan termasuk dalam Bani Isra’il memasuki agama Yahudi. Pada tahun 740 Masehi, seorang raja bernama Bulan dari Suku Khazar, bangsa Mongol di Rusia Tenggara dekat Laut Kaspia, masuk agama Yahudi dan segera diikuti oleh rakyatnya. Selain itu banyak sekali orang Eropa (yang notabene adalah keturunan saudara kembar Isra’il, yaitu Esau atau Edom) masuk agama Yahudi dalam Abad Pertengahan. Bahkan pada abad ke XVII, terjadi gerakan besar-besaran dari orang Yahudi Balkan memasukkan orang-orang ke agamanya. Selain orang-orang Mongol, sebagian kecil bangsa Cina, India, dan Etiopia juga memasuki agama Yahudi.

Di Eropa Barat sendiri timbul istilah-istilah tersendiri untuk Yahudi-Yahudi Eropa. Askhenazim adalah sebutan untuk Yahudi-Yahudi Jerman. Sedangkan Safaradim adalah sebutan untuk orang-orang Yahudi dari Timur yang cenderung asli dari Bani Isra’il. Prof. Lothrop Stoddard, seorang ethnolog yang terkenal, mengatakan bahwa catatan-catatan Israel sendiri mengakui bahwa 82% dari Yahudi adalah Askhenazim, bukan dari Bani Isra’il. Keterangan ini dikuatkan dalam Jewish Encyclopaedia, 1925 edition, Vol 5, p. 41, yang mengatakan, “Edom is in modern Jewry,” yang diteguhkan pula dalam Encyclopaedia Biblica, Vol. 2, Gol 1187. Justru golongan Askhenazim inilah yang banyak tinggal di Israel sekarang.

Artinya, kebanggaan mereka sebagai keturunan Ibrahim dari jalur Isra’il adalah omong kosong belaka. Mereka menafsirkan kitab mereka sendiri bahwa keturunan Ibrahim yang dijanjikan Allah untuk mendiami Palestina adalah Bani Isra’il (meskipun secara esplisit dalam ayat 18-20 pasal 15 Kitab Kejadian dikatakan bahwa Palestina dijanjikan kepada seluruh keturunan Ibrahim). Ini tentu berlawanan dengan kenyataan bahwa mereka adalah keturunan Ibrahim dari jalur Edom.

Yahudi di Eropa

Di Eropa, Yahudi tersebar di seluruh penjurunya. Mereka hidup berasimilasi dengan Nasrani tanpa melupakan agama mereka. Namun mereka harus menyembunyikan identitas Yahudi mereka ketika kaum Katolik mulai melaksanakan upaya pembasmian seluruh Yahudi karena umat Katolik menganggap bahwa Yahudi-lah yang telah membunuh Yesus atau Nabi Isa ‘alaihissalam. Sebagian dari mereka melarikan diri ke Skotlandia dan mendirikan organisasi Freemasonry yang belakangan santer terdengar bahwa anggota mereka tersebar pada jabatan-jabatan strategis di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, bahkan anggota mereka juga menempati jabatan-jabatan strategis di Bank Dunia dan IMF.

Sebagai balasan terhadap kaum Nasrani, Yahudi Eropa mulai melakukan kegiatan-kegiatan konspirasi untuk melemahkan iman kaum Nasrani. Mereka memanfaatkan perpecahan Katolik dan Protestan serta memperoleh keuntungan dari sana. Mereka juga memperkenalkan sistem bank yang menerapkan bunga atau riba (sama seperti bank-bank konvensional yang ada sekarang) sehingga dalam tempo singkat, mereka berhasil menguasai perekonomian Inggris yang juga telah memutuskan hubungan dengan gereja Katolik Vatikan.

Ketika Islam berjaya di Granada, Spanyol, mereka mendapat perlakuan yang lebih baik dan terlindungi dari kejaran orang-orang Katolik. Namun ketika Ratu Isabella dan Raja Ferdinand merebut kembali (reconquista) Granada dari kekuasaan Islam, mereka dipaksa masuk ke agama Nasrani. Mereka pun masuk agama Nasrani dan mereka terus diawasi agar mereka benar-benar meninggalkan agama mereka yang sebelumnya.

Yahudi di Abad-Abad Terakhir

Dalam beberapa abad terakhir, fokus aktivitas kaum Yahudi dunia adalah menciptakan suatu negara bagi mereka di tanah yang mereka anggap tanah air mereka, Palestina. Sejumlah dokumen-dokumen rencana jangka panjang pembentukan negara ini berhasil ditemukan dan membuat siapa saja yang membacanya benar-benar khawatir dengan masa depan dunia.

Oleh karena itu dan juga karena masih adanya dendam kaum Nasrani terhadap mereka, di beberapa negara Eropa sebelum Perang Dunia, mereka di-ghetto, yaitu diperintahkan untuk tinggal di suatu kawasan yang amat sempit dan padat. Di sana mereka hidup jauh dari kesenangan diperlakukan tidak seperti manusia. Ghetto-ghetto banyak terdapat di Italia, Jerman, Polandia, dan Ceko.

Selain di-ghetto, mereka juga mengalami pogrom, mereka disiksa, dihancurkan rumah, bisnis, serta sinagognya, bahkan dibantai secara sadis. Pogrom paling banyak terjadi di Kekaisaran Rusia sebelum Uni Soviet terbentuk. Setelah Perang Dunia I, pogrom juga banyak terjadi di Jerman dan Polandia.

Isi dokumen rahasia seorang timeliner mereka dari organisasi Freemasonry, Albert Pike (ia juga pendiri aliran Ku Klux Klan, aliran Kristen penyembah setan di Amerika Serikat), pernah dimuat dalam majalah Al-Mujtama’ 25 Desember 1978 di Kuwait. Tulisan yang dimuat sebenarnya adalah surat yang ditulis duta besar Inggris di Konstatinopel (sekarang Istanbul), Sir Gebrar Lother, kepada Menteri Luar Negeri Inggris, Sir C. Harving, pada tanggal 1910 (ketika itu Kekhalifahan Turki Utsmani masih berdiri). Isinya memaparkan secara rinci bagaimana orang-orang Freemasonry melakukan penyusupan ke berbagai sektor vital pemerintahan Turki untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Abdul Hamid II (sultan terakhir Kekhalifahan Turki Utsmani) dan mengangkat Mustafa Kemal Attaturk, untuk menghapus kekhalifahan Islam.

Bahkan konspirasi Yahudi internasional juga menyusun cetak biru rencana aksi untuk meletuskan Perang Dunia I dan II berdasarkan dokumen dari Pike. Hal yang jauh lebih mengejutkan adalah bahwa Pike juga telah merancang Perang Dunia III untuk meletus pada awal milenium ketiga. Pembaca yang ingin mengetahui tentang cetak biru ini dapat merujuk pada buku Yahudi Menggenggam Dunia karya William G. Carr dan di Indonesia diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar. Bahasan ini juga terdapat dalam Occult Theocracy karya Lady Queensborough dan Quoted in Satan: Prince of This World juga karya William G. Carr.

Tahun 1897 di Swiss, kaum Zionis internasional melaksanakan Kongres Zionis Internasional yang menghasilkan 24 butir program penghancuran agama, penghancuran musuh-musuh Zionis, dan taktik serta strategi kaum Zionis untuk menguasai dunia. Dokumen ini dikenal dengan nama Protocol of Zions yang sekarang ternyata sudah banyak dipublikasikan meski pada awalnya merupakan dokumen rahasia.

Theodore Hertzl yang menyelenggarakan kongres ini menyerukan kaum Yahudi seluruh dunia untuk menetap di tanah Palestina. Namun jumlah yang ia inginkan belum cukup sehingga dengan tipu dayanya dan kaum Zionisnya, mereka memprovokasi Hitler untuk melaksanakan Holocaust. Maka Hitler pun membantai sekitar 1.000.000 jiwa Yahudi Jerman. Hertzl juga memprovokasi beberapa pogrom di beberapa daerah di dunia sehingga sebagian besar Yahudi merasa takut dan berbondong-bondong ke tanah Palestina yang mereka namakan Israel dan mendesak penduduk asli Palestina yang ada.

Sampai saat ini, jumlah terbesar populasi Yahudi di dunia masih dipegang oleh Amerika Serikat (5.671.000 jiwa) dan Israel (5.466.800 jiwa).

Di Israel sendiri, mereka terus membuat kehidupan saudara-saudara kita sesama muslim hidup dalam keadaan yang sangat buru, lebih buruk daripada apa yang mereka alami selama di Jerman pada Perang Dunia II. Bahkan umat Nasrani yang ada di sana pun tidak lepas dari tindakan biadab mereka. Kejadian ini terus terjadi hingga saat ini.

Menunggu Al-Masihud Dajjal (Antikristus) dan Perang Akhir Zaman

Rasulullah shallahu’alaihiwasallam dan bahkan nabi-nabi sebelum beliau (termasuk Nabi Isa ‘alaihissalam) telah memperingatkan kita akan kedatangan Al-Masihud Dajjal, Dajjal penipu yang sering disebut “Antikristus” oleh orang Nasrani. Ia akan datang bersama 70.000 orang Yahudi yang akan mengikutinya dari Isfahan (Ashbahan).

Anas r.a. mengatakan bahwa Rasulullah shallahu’alaihiwasallam bersabda, “Dajjal akan keluar dari kampung Yahudiyyah kota Ashbahan bersama 70 ribu orang Ashbahan.” (Ir. Wisnu Sasongko, M.T. mengutipnya dari Al-Fathur Rabbani Tartib Musnad Ahmad 24:73, di mana Ibnu Hajar berkata tentang hadits ini, “Sahih.”)

Dalam kenyataannya pada zaman ini, sebagian kaum Yahudi bahkan menunggu-nunggu kedatangan Dajjal ini yang mereka kira adalah raja yang akan membawa kejayaan kepada mereka. Ia akan memimpin kaum Yahudi memerangi umat Islam dalam perang yang merupakan salah satu tanda kedekatan hari akhir. Ia akan menghancurkan setiap tempat yang didatanginya jika penduduknya tidak tunduk padanya dan membiarkan hidup orang-orang yang menyerahkan diri padanya.

Peristiwa inilah yang dikatakan sebagai fitnah terbesar yang pernah ada di bumi ini. Pada kesempatan ini, Allah menguji keimanan dan “memfilter” manusia. Dengan diturunkannya Al-Mahdi dan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, manusia akan terbagi dalam dua golongan, orang-orang yang beriman kuat dan orang-orang kafir. Setelah peperangan berakhir dengan terbunuhnya Dajjal oleh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam tewas orang-orang yang tersisa di bumi adalah orang-orang yang beriman sehingga bumi menjadi sangat makmur dan tenteram dalam kurun waktu yang cukup lama di mana riwayat Yahudi di dunia pun tamat.

Namun, seiring waktu, manusia akan kembali lagi dalam kekufuran hingga tidak ada lagi orang yang mengenal Allah. Di saat itulah, hari kiamat akan terjadi.

Kesimpulan dan Ibroh

Sesungguhnya Allah telah menjanjikan keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, termasuk Bani Isra’il, untuk menempati tanah suci Palestina selama mereka hidup sesuai dengan pedoman dan hidayah dari Allah lewat nabi-nabi-Nya. Ketika mereka berubah sikap, menolak, dan tidak mempercayai Allah, lenyaplah hak tersebut dari tangan mereka. Umat Islam adalah umat yang lebih berhak untuk mewarisi peninggalan para nabi Bani Isra’il.

Selain itu, klaim bahwa mereka keturunan Isra’il dan berhak atas tanah Palestina amat sangat tidak beralasan mengingat 80% dari Yahudi di zaman ini adalah keturunan Edom (saudara kembar Isra’il).

Namun, ajaran Islam adalah ajaran yang Allah turunkan kepada Raulullah Muhammad shallallahu’alaihiwasallam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya (21): 107)

Oleh karena itu, hendaknya umat Islam tetap kritis dan tidak menggeneralisir bahwa semua orang Yahudi adalah orang-orang “jahat”. Di antara mereka tentu saja masih ada yang objektif dan tidak mendukung penjajahan Palestina. Hal yang kita tolak seharusnya adalah tindakan sebagian dari mereka yang menzalimi kita, umat Islam atau bahkan non-muslim, kekufuran dan tindakan mereka yang telah jauh dari ajaran Nabi Musa ‘alaihissalam, dan kejauhan mereka dari tawhid yang benar. Jika kita hanya membenci “simbol”-nya, justru kita patut mengintrospeksi diri apakah sikap sehari-hari kita tidak berbeda dengan mereka.

Mudah-mudahan Allah menjadikan kita umat yang bersyukur dan tidak pernah terlepas dari hidayahnya.

Referensi

Al-A’zami, M. M.. 2005. Sejarah Teks Al-Quran - Dari Wahyu Sampai Kompilasinya -. Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2006. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Asy-Syafi’iy, Muhammad. 2003. Spionase dan Strategi Perang Rasulullah. Jakarta: Qisthi Press.

bin Abdullah, Awad bin Ali. 2004. 74 Tanda-Tanda Kiamat. Jakarta: Misykat.

Chehab, H.S. Tharick. 1974. ALKITAB (BIBLE) Sejarah Terjadinya dan Perkembangannya Serta Hal-hal yang Bersangkutan. Jakarta: Mutiara.

COMES. 2006. Sejarah Palestina Pra Islam. http://www.infopalestina.com.

Garaudy, Roger. 2000. Mitos dan Politik Israel. Jakarta: Gema Insani Press.

Katsir, Ibnu. 2006. Kisah Nabi-Nabi. Jakarta: Pustaka Azzam.

Ridyasmara, Rizki. 2006. Knight Templars Knight of Christ. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Sasongko, Wisnu. 2004. Armageddon Peperangan Akhir Zaman Menurut Al-Qur`an, Hadits, Taurat, dan Injil. Jakarta: Gema Insani Press.

Wikipedia. 2007. Jew. http://en.www.wikipedia.org.



[1] Hanya ingin mengakui ini bukan Tulisan saya, mengutip sebuah tulisan di Internet tetapi alamatnya saya lupa (mohon maaf). Namun Tulisan ini penting sekali untuk di baca sebagai pengetahuan. Tulisan ini cukup bermemori buat saya karena sehari sebelumnya saya berdiskusi kurang lebih 10 jam bersama dengan seseorang yang mengaku pengikut ALqiyadah Al islamiyah. Dan yang menjadi perdebatan dan akar pemahaman Mereka yg mengaku Alqiyadah Alislamiyah adalah bermula dari Nabi Ya’kub yang akhirnya menjadi bani Israil yang melahirkan berbagai keturunan, dari titik inilah cara pandang mereka (Alqiyadah-Alislamiyah) di Mulai….

Friday, February 13, 2009